Monday, September 2, 2013

Isolasi Tanin



ISOLASI TANIN
Pendahuluan
               Tanin secara ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang mempunyai bobot molekul tinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan gugus lainnya (seperti karboksil) sehingga dapat membentuk kompleks dengan protein dan makromolekul lainnya di bawah kondisi lingkungan tertentu. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam air, alkohol,dan hidroksialkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter dan benzena, terdekomposisi pada suhu 210 °C, memiliki titik nyala 210 °C, dan terbakar pada suhu 526 °C (Danarto et al 2011). Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri, dan antioksidan (Desmiaty et al 2008). Tanin dikenal juga sebagai asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak berwarna, tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat (Yulia 2006). Tanin dapat diklasifikasikan menjadi tanin terhidrolisis yang merupakan turunan asam galat yang mudah dihidrolisis dalam suasana asam dan tanin terkondensasi yang merupakan polimer poliflavanoid (Danarto et al 2011).
               Metode penentuan kadar tanin total dapat dilakukan secara gravimetri, volumetri (permanganatometri), dan kolorimetri (Desmiaty et al 2008). Kadar tanin dalam teh dan bakau pada eksperimen ini ditentukan secara permangatometri. Bakau merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan tanin yang besar terutama di bagian kulitnya. Tanin pada bakau merupakan tanin terkondensasi yang sebagian besar terdiri atas 4 monomer flavonoid, yaitu katekin, epikatekin, epigalokatekin, dan epikatekin galat (Desmiaty et al 2011). Kandungan tanin dalam kulit bakau mencapai 26% ( Paridah dan Musgrave 2006). Tanin pada teh sebesar 90% dari total kandungan polifenol yang menyusun 10-25% dari seluruh bobot kering daun. Kandungan senyawa polifenol yang terdapat pada teh tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya. Tanin dalam teh termasuk tanin terkondensasi yang secara biosintesis terbentuk dari kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer kemudian oligomer yang lebih tinggi. Pada daun teh segar terdapat sekitar 30% senyawa tanin yang sebagian besar dari golongan katekin (Yulia 2006).

Tujuan Praktikum
Praktikum bertujuan mengekstrak tanin dari kulit bakau dan daun teh, menguji keberadaannya, dan menentukan kandungannya dalam contoh tersebut.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan di antaranya gelas arloji, gelas piala, hot plate, labu takar 250 mL, labu erlenmeyer, corong, buret, dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan di antaranya contoh kulit bakau dan daun teh kering, larutan indigokarmin, KMnO4 0.1 N, larutan gelatin, larutan garam asam, kaolin bubuk, FeCl3 1%, dan albumin.

Prosedur Kerja
Isolasi dan Penentuan Kadar Tanin (dalam kulit bakau dan daun teh)
               Mula-mula 2.5 g bahan yang telah ditumbuk ditambah 200 mL akuades dan dididihkan selama 30 menit. Setelah dingin, hasil tadi dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan ditare dengan akuades. Setelah itu hasil hasil tadi disaring dan filtratnya (filtrat 1) diambil. Kemudian 5 mL dari filtrat ini diambil dan ditambah 10 mL larutan indigokarmin serta 375 mL akuades. Setelah itu, larutan dititrasi dengan KMnO4 0.1 N hingga warnanya menjadi kuning emas. Titrasi ini dilakukan duplo. Volume titran yang diperlukan sebanyak A mL. Setelah itu, 25 mL filtrat 1 diambil dan ditambah 12.5 larutan glatin, 25 mL larutan garam asam, dan 2.5 g kaolin bubuk. Kemudian dikocok beberapa menit, disaring dan diambil filtratnya (filtrat 2). Kemudian 25 mL dari filtrat 2 ini diambil dan ditambah 10 mL larutan indigokarmin, dan 375 mL akuades. Setelah itu, larutan ini dititrasi dengan KMnO4 0.1 N sebanyak duplo. Volume titran yang diperlukan adalah sebanyak B mL. Setelah itu, kadar tanin diperhitungkan dengan persamaan berikut.
Uji Kualitatif Tanin
Uji warna
Mula-mula sebanyak 2 mL ekstrak tanin contoh ditambah beberapa tetes FeCl3 1%.Setelah itu larutan dikocok. Keberadaan tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, biru, atau ungu.
Uji koagulasi
Mula-mula sebanyak 2 mL ekstrak tanin contoh ditambahkan ke dalam 3 mL larutan albumin. Setelah itu larutan dikocok. Keberadaan tanin ditunjukkan dengan terbentuknya endapan.

Standardisasi KMnO4
               Mula-mula sebanyak 0.3 g K2C2O4 murni yang telah dikeringkan pada suhu 105 °C dimasukkan ke dalam 100 mL H2SO4 (1:19) yang telah dididihkan selama 10 menit. Setelah larut sempurna, larutan dititrasi dengan KMnO4 yang akan distandardisasi hingga muncul warna merah muda keunguan pertama kali. Kemudian larutan dipanaskan hingga hampir mendidih dan jika warnanya hilang maka titrasi dilanjutkan kembali hingga muncul warna merah muda keunguan yang dapat bertahan selama 30 detik. Titrasi ini dilakukan triplo. Titrasi blanko (100 mL H2SO4 1:19) dilakukan dengan cara yang sama. Volume KMnO4 yang digunakan dalam perhitungan adalah volume KMnO4 yang terkoreksi blanko.

Hasil dan Perhitungan Data
               Penentuan kadar tanin dalam sampel kulit bakau dan daun teh ini melibatkan permanganatometri. Standardisasi terhadap KMnO4 perlu dilakukan karena kristal KMnO4 sering sudah terkontaminasi dengan MnO2. Selain itu MnO2 juga mudah terbentuk di dalam larutan karena adanya berbagai bahan organik. Oleh karena itu, setelah kristal larut sebaiknya larutan dipanaskan untuk mempercepat oksidasi zat-zat organik dan setelah dingin larutan disaring untuk memisahkan MnO2. Umumnya KMnO4 distandardisasi oleh asam oksalat yang merupakan bahan baku primer yang baik; sangat murni, stabil selama pengeringan, dan tidak higroskopis. Umumnya titrasi oksalat oleh KMnO4 berlangsung pada larutan yang sudah dipanaskan sampai sekitar 60 °C dengan penambahan KMnO4 tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu lambat. Pemberian yang terlalu cepat cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+ (kesalahan positif), sedangkan jika terlalu lambat mungkin terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air (kesalahan negatif) (Harjadi 1986). Pada standardisasi ini diperoleh konsentrasi KMnO4 sebesar 0.1707 N, sedangkan konsentrasi sebenarnya dari KMnO4 yang digunakan adalah 0.1 N. Jadi, kemungkinan penambahan KMnO4 terlalu cepat atau tidak samanya suhu ketika dilakukan titrasi.
               Kadar tanin yang diperoleh dari pengujian kadar tanin dalam kulit bakau dan daun teh berturut-turut adalah sebesar 13.85% dan 4.62%. Kadar tanin yang diperoleh ini cukup kecil dibandingkan dengan kadar tanin seperti yang dinyatakan sebelumnya yaitu sebesar 26% untuk bakau dan 30% untuk daun teh segar. Perbedaan kadar tanin yang diukur dengan kadar tanin sebenarnya mungkin terutama disebabkan oleh kurang optimalnya proses isolasi yang dilakukan seperti kurang lamanya proses maserasi yang dilakukan sehingga tidak seluruh tanin terekstrak dari sampel kasarnya. Kadar tanin yang diperhitungkan dalam eksperimen ini kemungkinan merupakan kadar tanin terkondensasi yang sebelumnya telah dinyatakan bahwa tanin yan terdapat dalam teh dan bakau merupakan tanin terkondensasi. Oleh karena itu, untuk memperoleh kadar tanin terkondensasi ini diberi perlakuan B (penambahan gelatin, larutan garam asam, dan kaolin) untuk mengetahui kadar tanin yang terhidrolisis. Selisih antara kadar tanin total yang diukur dari titrasi KMnO4 terhadap filtrat 1 dan kadar tanin terhidrolisis dari filtrat 2 merupakan kadar tanin yang terkondensasi. Oleh karena itu, semakin besarnya kadar tanin terhidrolisis dalam sampel akan menurunkan kadar terkondensasi yang diukur.
               Uji kualitatif yang dilakukan untuk menunjukkan keberadaan tanin dalam sampel teh dan bakau menghasilkan hasil uji positif untuk uji warna, tetapi hasil uji negatif untuk uji koagulasi. Hal ini dibuktikan oleh terbentuknya warna hitam kehijauan dan warna abu-abu ketika berturut-turut ekstrak teh dan ekstrak kulit bakau ditambah larutan FeCl3 1%. Warna hitam kehijauan ini menunjukkan adanya katekol dalam teh (Ukoha et al 2011). Sebaliknya ketika kedua ekstrak tersebut ditambahkan ke larutan albumin endapan tidak muncul. Hasil uji koagulasi ini tentu bertentangan dengan hasil uji warna yang menunjukkan keberadaan tanin dalam sampel. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar tanin yang tidak cukup untuk mengendapkan protein dalam ekstrak tersebut.

Kesimpulan
               Hasil uji kualitatif khususnya uji warna yang dilakukan terhadap ekstrak kulit bakau dan daun teh menunjukkan keberadaan tanin (terkondensasi) dalam daun teh dan kulit bakau. Meskipun demikian, kadar tanin yang dideteksidari eksperimen ini tidak sebesar kadar tanin sebenarnya (sekitar 26% dalam kulit bakau dan 30% dalam daun teh segar).

Daftar Pustaka
Danarto YC, Prihananto SA, Pamungkas ZA. 2011. Pemanfaatan tanin dari kulit kayu bakau sebagai pengganti gugus fenol pada resin fenol formaldehida. Di dalam: Danarto, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan; Yogyakarta, 22 Februari 2011. Surakarta: UNS.hlm 1-5.
Desmiaty Y, Ratih H, Dewi MA, Agustin R. 2008. Penentuan jumlah tanin total pada daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) dan daun sambang darah (Excoecaria bicolor Hassk.) secara kolorimetri dengan pereaksi biru prusia. Artocarpus 8:106-109.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta:PT Gramedia.
Ukoha PO, Cemaluk EAC, Nnamdi OL, Madus, EP. 2011. Tannins and other phytochemical of the Samanaea saman pods and their antimicrobial activities. African Journal of Pure and Applied Chemistry 5(8) 237-244.
Yulia R. 2006. Kandungan tanin dan potensi anti Streptococcus mutans daun teh var. Assamica pada berbagai tahap pengolahan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

1 comment:

  1. maaf gan mau tanya buat rumus persamaan penentuan kadar tanin itu gimana ya? karena setelah di load beberapa kali gambar pecah terus, jadi nggak bisa lihat rumusnya. terimakasih.

    ReplyDelete