ISOLASI TANIN
Pendahuluan
Tanin secara
ilmiah didefinisikan sebagai senyawa polifenol yang mempunyai bobot molekul
tinggi dan mempunyai gugus hidroksil dan gugus lainnya (seperti karboksil)
sehingga dapat membentuk kompleks dengan protein dan makromolekul lainnya di bawah
kondisi lingkungan tertentu. Tanin merupakan senyawa yang dapat larut dalam
air, alkohol,dan hidroksialkohol, tetapi tidak larut dalam petroleum eter dan
benzena, terdekomposisi pada suhu 210 °C, memiliki titik nyala 210 °C,
dan terbakar pada suhu 526 °C (Danarto et al 2011). Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang
diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti
bakteri, dan antioksidan (Desmiaty et al 2008).
Tanin dikenal juga sebagai asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak
berwarna, tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat (Yulia 2006). Tanin
dapat diklasifikasikan menjadi tanin terhidrolisis yang merupakan turunan asam
galat yang mudah dihidrolisis dalam suasana asam dan tanin terkondensasi yang
merupakan polimer poliflavanoid (Danarto et
al 2011).
Metode penentuan
kadar tanin total dapat dilakukan secara gravimetri, volumetri
(permanganatometri), dan kolorimetri (Desmiaty et al 2008). Kadar tanin dalam teh dan bakau pada eksperimen ini
ditentukan secara permangatometri. Bakau merupakan salah satu tanaman yang
memiliki kandungan tanin yang besar terutama di bagian kulitnya. Tanin pada
bakau merupakan tanin terkondensasi yang sebagian besar terdiri atas 4 monomer
flavonoid, yaitu katekin, epikatekin, epigalokatekin, dan epikatekin galat
(Desmiaty et al 2011). Kandungan
tanin dalam kulit bakau mencapai 26% ( Paridah dan Musgrave 2006). Tanin pada
teh sebesar 90% dari total kandungan polifenol yang menyusun 10-25% dari
seluruh bobot kering daun. Kandungan senyawa polifenol yang terdapat pada teh
tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya. Tanin dalam teh termasuk tanin
terkondensasi yang secara biosintesis terbentuk dari kondensasi katekin tunggal
yang membentuk senyawa dimer kemudian oligomer yang lebih tinggi. Pada daun teh
segar terdapat sekitar 30% senyawa tanin yang sebagian besar dari golongan
katekin (Yulia 2006).
Tujuan Praktikum
Praktikum bertujuan mengekstrak tanin dari kulit bakau dan daun teh,
menguji keberadaannya, dan menentukan kandungannya dalam contoh tersebut.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan di antaranya gelas arloji, gelas piala, hot plate, labu takar 250 mL, labu
erlenmeyer, corong, buret, dan tabung reaksi. Bahan yang digunakan di antaranya
contoh kulit bakau dan daun teh kering, larutan indigokarmin, KMnO4
0.1 N, larutan gelatin, larutan garam asam, kaolin bubuk, FeCl3 1%,
dan albumin.
Prosedur Kerja
Isolasi dan Penentuan Kadar Tanin (dalam kulit bakau dan daun teh)
Mula-mula 2.5 g
bahan yang telah ditumbuk ditambah 200 mL akuades dan dididihkan selama 30
menit. Setelah dingin, hasil tadi dimasukkan ke dalam labu takar 250 mL dan
ditare dengan akuades. Setelah itu hasil hasil tadi disaring dan filtratnya
(filtrat 1) diambil. Kemudian 5 mL dari filtrat ini diambil dan ditambah 10 mL
larutan indigokarmin serta 375 mL akuades. Setelah itu, larutan dititrasi
dengan KMnO4 0.1 N hingga warnanya menjadi kuning emas. Titrasi ini
dilakukan duplo. Volume titran yang diperlukan sebanyak A mL. Setelah itu, 25
mL filtrat 1 diambil dan ditambah 12.5 larutan glatin, 25 mL larutan garam
asam, dan 2.5 g kaolin bubuk. Kemudian dikocok beberapa menit, disaring dan
diambil filtratnya (filtrat 2). Kemudian 25 mL dari filtrat 2 ini diambil dan
ditambah 10 mL larutan indigokarmin, dan 375 mL akuades. Setelah itu, larutan
ini dititrasi dengan KMnO4 0.1 N sebanyak duplo. Volume titran yang
diperlukan adalah sebanyak B mL. Setelah itu, kadar tanin diperhitungkan dengan
persamaan berikut.
Uji Kualitatif Tanin
Uji warna
Mula-mula sebanyak 2 mL ekstrak tanin contoh ditambah beberapa
tetes FeCl3 1%.Setelah itu larutan dikocok. Keberadaan tanin
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, biru, atau ungu.
Uji koagulasi
Mula-mula sebanyak 2 mL ekstrak tanin contoh ditambahkan ke
dalam 3 mL larutan albumin. Setelah itu larutan dikocok. Keberadaan tanin
ditunjukkan dengan terbentuknya endapan.
Standardisasi KMnO4
Mula-mula
sebanyak 0.3 g K2C2O4 murni yang telah
dikeringkan pada suhu 105 °C dimasukkan ke dalam 100 mL H2SO4
(1:19) yang telah dididihkan selama 10 menit. Setelah larut sempurna, larutan dititrasi
dengan KMnO4 yang akan distandardisasi hingga muncul warna merah
muda keunguan pertama kali. Kemudian larutan dipanaskan hingga hampir mendidih
dan jika warnanya hilang maka titrasi dilanjutkan kembali hingga muncul warna
merah muda keunguan yang dapat bertahan selama 30 detik. Titrasi ini dilakukan
triplo. Titrasi blanko (100 mL H2SO4 1:19) dilakukan
dengan cara yang sama. Volume KMnO4 yang digunakan dalam perhitungan
adalah volume KMnO4 yang terkoreksi blanko.
Hasil dan Perhitungan Data
Penentuan kadar
tanin dalam sampel kulit bakau dan daun teh ini melibatkan permanganatometri.
Standardisasi terhadap KMnO4 perlu dilakukan karena kristal KMnO4
sering sudah terkontaminasi dengan MnO2. Selain itu MnO2
juga mudah terbentuk di dalam larutan karena adanya berbagai bahan organik.
Oleh karena itu, setelah kristal larut sebaiknya larutan dipanaskan untuk
mempercepat oksidasi zat-zat organik dan setelah dingin larutan disaring untuk
memisahkan MnO2. Umumnya KMnO4 distandardisasi oleh asam
oksalat yang merupakan bahan baku primer yang baik; sangat murni, stabil selama
pengeringan, dan tidak higroskopis. Umumnya titrasi oksalat oleh KMnO4
berlangsung pada larutan yang sudah dipanaskan sampai sekitar 60 °C
dengan penambahan KMnO4 tidak terlalu cepat dan juga tidak terlalu
lambat. Pemberian yang terlalu cepat cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4-
dengan Mn2+ (kesalahan positif), sedangkan jika terlalu lambat
mungkin terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian
terurai menjadi air (kesalahan negatif) (Harjadi 1986). Pada standardisasi ini
diperoleh konsentrasi KMnO4 sebesar 0.1707 N, sedangkan konsentrasi
sebenarnya dari KMnO4 yang digunakan adalah 0.1 N. Jadi, kemungkinan
penambahan KMnO4 terlalu cepat atau tidak samanya suhu ketika
dilakukan titrasi.
Kadar tanin yang
diperoleh dari pengujian kadar tanin dalam kulit bakau dan daun teh berturut-turut
adalah sebesar 13.85% dan 4.62%. Kadar tanin yang diperoleh ini cukup kecil
dibandingkan dengan kadar tanin seperti yang dinyatakan sebelumnya yaitu
sebesar 26% untuk bakau dan 30% untuk daun teh segar. Perbedaan kadar tanin
yang diukur dengan kadar tanin sebenarnya mungkin terutama disebabkan oleh
kurang optimalnya proses isolasi yang dilakukan seperti kurang lamanya proses
maserasi yang dilakukan sehingga tidak seluruh tanin terekstrak dari sampel
kasarnya. Kadar tanin yang diperhitungkan dalam eksperimen ini kemungkinan
merupakan kadar tanin terkondensasi yang sebelumnya telah dinyatakan bahwa
tanin yan terdapat dalam teh dan bakau merupakan tanin terkondensasi. Oleh
karena itu, untuk memperoleh kadar tanin terkondensasi ini diberi perlakuan B
(penambahan gelatin, larutan garam asam, dan kaolin) untuk mengetahui kadar
tanin yang terhidrolisis. Selisih antara kadar tanin total yang diukur dari
titrasi KMnO4 terhadap filtrat 1 dan kadar tanin terhidrolisis dari
filtrat 2 merupakan kadar tanin yang terkondensasi. Oleh karena itu, semakin
besarnya kadar tanin terhidrolisis dalam sampel akan menurunkan kadar
terkondensasi yang diukur.
Uji kualitatif
yang dilakukan untuk menunjukkan keberadaan tanin dalam sampel teh dan bakau
menghasilkan hasil uji positif untuk uji warna, tetapi hasil uji negatif untuk
uji koagulasi. Hal ini dibuktikan oleh terbentuknya warna hitam kehijauan dan
warna abu-abu ketika berturut-turut ekstrak teh dan ekstrak kulit bakau ditambah
larutan FeCl3 1%. Warna hitam kehijauan ini menunjukkan adanya
katekol dalam teh (Ukoha et al 2011).
Sebaliknya ketika kedua ekstrak tersebut ditambahkan ke larutan albumin endapan
tidak muncul. Hasil uji koagulasi ini tentu bertentangan dengan hasil uji warna
yang menunjukkan keberadaan tanin dalam sampel. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kadar tanin yang tidak cukup untuk mengendapkan protein dalam ekstrak tersebut.
Kesimpulan
Hasil uji
kualitatif khususnya uji warna yang dilakukan terhadap ekstrak kulit bakau dan
daun teh menunjukkan keberadaan tanin (terkondensasi) dalam daun teh dan kulit
bakau. Meskipun demikian, kadar tanin yang dideteksidari eksperimen ini tidak
sebesar kadar tanin sebenarnya (sekitar 26% dalam kulit bakau dan 30% dalam
daun teh segar).
Daftar Pustaka
Danarto
YC, Prihananto SA, Pamungkas ZA. 2011. Pemanfaatan tanin dari kulit kayu bakau
sebagai pengganti gugus fenol pada resin fenol formaldehida. Di dalam: Danarto,
editor. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia Kejuangan; Yogyakarta, 22 Februari 2011. Surakarta: UNS.hlm 1-5.
Desmiaty
Y, Ratih H, Dewi MA, Agustin R. 2008. Penentuan jumlah tanin total pada daun
jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk)
dan daun sambang darah (Excoecaria
bicolor Hassk.) secara kolorimetri dengan pereaksi biru prusia. Artocarpus 8:106-109.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia
Analitik Dasar. Jakarta:PT Gramedia.
Ukoha
PO, Cemaluk EAC, Nnamdi OL, Madus, EP. 2011. Tannins and other phytochemical of
the Samanaea saman pods and their
antimicrobial activities. African Journal
of Pure and Applied Chemistry 5(8) 237-244.
Yulia
R. 2006. Kandungan tanin dan potensi anti Streptococcus
mutans daun teh var. Assamica
pada berbagai tahap pengolahan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
maaf gan mau tanya buat rumus persamaan penentuan kadar tanin itu gimana ya? karena setelah di load beberapa kali gambar pecah terus, jadi nggak bisa lihat rumusnya. terimakasih.
ReplyDelete