Monday, September 2, 2013

Isolasi Flavonoid Daun Dandang Gendis (part 2)

Praktikum Kimia Organik Bahan Alam

Isolasi Flavonoid Daun Dandang Gendis

Pendahuluan
               Dandang gendis (Clinacanthus nutans) merupakan tanaman obat yang terkenal di Thailand (dikenal sebagai phaya yaw di Thailand) dan digunakan untuk mengobati berbagai gejala penyakit seperti infeksi herpes. Ekstrak etanolnya dapat melawan hemolisis terinduksi radikal bebas (sebagai antioksidan)(Pannangpetch et al. 2007). Ekstrak etanol daunnya dengan dosis tertinggi (1.3 g/kg) yang diberikan secara oral terhadap tikus tidak menunjukkan tanda-tanda toksisitas akut (Chavalittumrong et al 1995).  Selain itu, ekstrak daunnya dilaporkan memiliki aktivitas analgesik dan anti inflamasi, aktivitas antivirus terhadap virus varicella-zoster, dan herpes simplex virus type-2 (Sakdarat et al. 2006). Investigasi fitokimia dan kimia yang dilakukan terhadap dandang gendis mengindikasikan terdapat stigmasterol, lupeol, β-sitosterol, dan belutin. Enam senyawa C-glikosil flavon, viteksin, isoviteksin, shaftosida, isomolupentin-7-Oβ-glukopiranosida, orientin, isoorientin, lima senyawa glikosida mengandung sulfur, dua glikogliserolipid, suatu campuran dari 9 serebrosida, dan suatu monoasilmonogalatosilgliserol telah diisolasi dari dandang gendis (Sakdarat et al. 2006).
               Salah satu senyawa metabolit sekunder yang menjadi pusat perhatian adalah flavonoid. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Data spektrum UV-tampak dapat digunakan untuk membentu mengidentifikasi jenis flavonoid dan menentukan pola oksigenasi. Selain itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Artinya, secara tidka langsung berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada salah satu gugus hidroksil (Markham 1988). Senyawa flavonoid biasanya memiliki spektrum yang khas, yang terdiri atasdua serapan maksimum pada dua panjang gelombang, yaitu pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedua pita serapan ini masing-masing berhubungan dengan resonansi gugus sinamoil yang melibatkan cincin B dan gugus benzoil yang melibatkan cincin A dari molekul flavonoid (Achmad 1986).

Tujuan Praktikum
Praktikum bertujuan mengidentifikasi jenis flavonoid dalam dandang gendis dengan pereaksi geser pada spektrum UV-tampak.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan diantaranya gelas piala, pipet tetes, spektrofotometer UV-vis, dan seperangkat komputer pengolah data.

Prosedur kerja
               Mula-mula metanol yang dijadikan blanko dipayar dengan UV-tampak sebagai baseline. Kemudian sebanyak 12 tetes sampel yang telah diencerkan sebelumnya dalam metanol dibuat spektrum UV-tampaknya (spektrum 1). Setelah spektrum 1 terbentuk, sebanyak 3 tetes larutan NaOCH3 ditambahkan ke dalam kuvet sampel, dihomogenkan, dan dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 2). Kemudian, kuvet diisi dengan sampel segar dan ditambahkan seujung sudip kristal CH3COO-Na+, dihomogenkan, dan dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 3). Setelah spektrum 3 terbentuk, seujung sudip asam borat padat ditambahkan ke dalam kuvet sampel, dihomogenkan, dan dipayar kembali dengan UV-tampak (spektrum 4). Kemudian kuvet diisi kembali dengan sampel segar, ditambahkan 3 tetes AlCl3 5% dalam metanol, dihomogenkan, dan dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 5). Setelah spektrum 5 terbentuk, 3 tetes HCl 20% ditambah ke dalam kuvet dan dipayar lagi dengan UV-tampaknya (spektrum 6). Kemudian puncak-puncak serapan keenam spektrum tersebut diamati dan dibandingkan untuk mengidentifikasi flavonoid dalam dandang gendis yang diuji.
              
Hasil dan Pembahasan
               Identifikasi flavonoid yang terdapat dalam ekstrak daun dandang gendis dilakukan dengan melibatkan pereaksi geser. Pereaksi geser yang digunakan dalam identifikasi ini di antaranya NaOCH3, CH3COO-Na+-H3BO3, dan AlCl3 5% dalam metanol-HCl 20%. Hasil payaran sampel dengan dan tanpa penambahan pereaksi geser ditunjukan pada gambar berikut.
 (a)
 (b)
 (c)
 (d)
 (e)
 (f)
 (g)

Gambar 1 Hasil payar UV (a) sampel (b) sampel + NaOCH3 (c) sampel + CH3COO-Na+ (d) sampel + CH3COO-Na+ +H3BO3 (e) Sampel +AlCl3      (f) sampel+AlCl3 5%+HCl 20% (g) kumpulan payaran a-f

Hasil payaran terhadap sampel dan sampel yang ditambah dengan NaOCH3 sebagai pereaksi geser tidak menunjukkan pergeseran  pita II sebesar 1.8 nm (dari 283.8 sampai285.6 nm) dan tidak menunjukan pita I. Adapun penambahan pereaksi CH3COO-Na+ menunjukan pergeseran  pita II sebesar 1 nm (dari 283.8 sampai 284.8 nm) dan tidak menunjukkan pita I. Penambahan H3BO3 setelah itu tidak menunjukkan pergeseran  pita II,tetapi hanya menunjukkan sedikit penambahan serapan. Penambahan pereaksi geser berikutnya yaitu AlCl3 5% menunjukkan pergeseran  pita II sebesar 81.4 nm ke arah  yang lebih pendek (hipsokromik) (dari 283.8 sampai 202.4 nm). Penambahan HCl 20% setelah itu sama sekali tidak menggeser  pita II dari spektrum sampel+AlCl3 ataupun meningkatkan serapannya.
               Penambahan pereaksi geser NaOCH3 ataupun CH3COO-Na+-H3BO3 sama sekali tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Artinya tidak ada penambahan ikatan terkonjugasi dalam struktur senyawa tersebut. Seharusnya penambahan gugus fungsi yang dapat menyumbangkan elektron seperti gugus hidroksil atau metoksil pada cincin B (gambar 1) akan meningkatkan peranan sinamoil terhadap resonansi molekul yang menyebaban efek batokromik pada pita I. Penambahan gugus hidroksil atau metoksil pada cincin A akan menaikkan panjang gelombang dari serapan maksimum serta intensitas dari serapan pita II (Achmad 1986). Namun, pita I bahkan tidak muncul ketika pereaksi geser ditambahkan ke dalam sampel. Hal ini mungkin terutama disebabkan oleh terlalu encernya sampel yang digunakan sehingga tidak memberikan pita serapan yang kuat pada daerah tertentu di spektrum yang dihasilkan. Kemungkinan lain adalah pengaruh pereaksi yang digunakan karena sudah terlalu lama disimpan atau sudah terkontaminasi.
               Penambahan pereaksi geser AlCl3 5% cukup memperlihatkan perbedaan terhadap pita serapan II sampel yaitu pergeseran ke panjang gelombang yang lebih pendek (efek hipsokromik). Seharusnya penambahan AlCl3 5% ini akan membentuk kompleks dengan gugus hidroksil dan gugus karbonil sehingga terjadi geseran batokromik dan mengalami geseran hipsokromik setelah ditambah HCl karena penguraian kembali kompleks tersebut (Markham 1988). Hal ini mungkin disebabkan oleh kontaminasi terhadap pereaksi AlCl3 sehingga kondisinya menjadi asam dan telah menunjukan efek hipsokromik sebelum ditambah HCl. Hasil payaran dengan pereaksi geser ini tidak cukup untuk mengidentifikasi jenis flavonoid yang terdapat dalam sampel karena tidak munculnya pita serapan I.


Daftar Pustaka

Achmad SA.1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka.
Chavalittumrong P, Attawish A, Rungsamon P, Chungtapet P. 1995. Toxicological study of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau. Bulletin of The Department of Medical Services 37:323-338.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah; Bandung:ITB. Terjemahan dari:
Pannangpetch P et al.. 2007. Antioxidant activity and protective effect against oxidative hemolysis of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau. Songklanakarin J. Sci. Technol. 29: 1-9
Sakdarat S et al.. 2006. Chemical composition investigation of the Clinacanthus nutans Lindau leaves. The journal of Phytopharmacy 13(2): 13-24

No comments:

Post a Comment