ANTOSIANIN
Pendahuluan
Antosianin merupakan salah satu
bagian besar dari kelompok flavonoid yang memberi warna merah, ungu, hingga
biru gelap pada sebagian besar bunga, buah, dan daun tumbuhan Angiospermae. Antosianin
ini merupakan pigmen yang larut air, umumnya ditemukan terlarut dalam larutan
vakuola di sel epidermis, dan terdiri atas suatu aglikon (antosianidin), gula,
dan terkadang gugus asil. Antosianidin merupakan turunan dari
2-fenilbenzopirilium (kation flavium). Sekitar 90% dari keseluruhan antosianin umumnya
berdasarkan pada 6 jenis antosianidin, yaitu pelargonidin (Pg), cyanidin (Cy),
peonidin (Pn), delphinidin (Dp), petunidin (Pt), dan malvidin (Mv). Ketika suatu antosianin dilarutkan dalam air,
sederetan struktur sekunder terbentuk dari kation flavium berdasarkan perbedaan
asam-basa, hidrasi, dan reaksi tautomerisasi (Andersen dan Markham 2006).
Bagian tanaman yang sangat jelas
menunjukkan keberadaan antosianin adalah bunga. Bunga diisolasi antosianinnya
kali ini adalah bunga dadap merah (Erythrima
variegata) dan bunga tapak dara (Catharanthus
roseus). Tapak dara digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Tanaman ini
memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antimikorba, antijamur, antioksidan,
antikanker, dan antivirus (Jayanthi et al
2010). Tanaman ini menjadi pusat perhatian karena lebih dari 120 terpenoid
indola alkaloid yang dikandungnya. Senyawa aktif yang dikandungnya seperti
vinblastina dan vinkristina (antikanker) serta ajmalisina (antihipertensi) (Ahmad
et al 2010). Bunganya berwarna putih,
biru, merah muda, atau ungu tergnatung dari kultivarnya. Adapun dadap merah
merupakan pohon yang tergolong dalam Fabaceae. Bunganya berwarna merah. Bunga
dari tanaman ini salah satunya dipergunakan sebagai photosensitizer sel surya karena pigmen warna yang dimilikinya
(Sancun et al 2006). Daun tanaman ini
dapat digunakan untuk mengobati demam, inflamasi, dan nyeri sendi. Metabolit
sekunder yang telah diidentifikasi dari tanaman ini di antaranya
orientanol
B, erycristagallin, cristacarpin, sigmoidin K, 2-(y,y-dimethylallyl)-
6a-hydroxyphaseollidin, erystagallin A (9), eryvarins A and B (10), bidwillon B
(11), eryvarinols A and B (12), eryvarins F and G (13), alpinum isoflavone,
isococculinine, decarbomethoxyerymelanthine, erysodienone, erythritol,
erysodine (14), erysovine, stachydrine, dan sterols (Rahman et al 2010).
Tujuan
Praktikum
Praktikum
bertujuan mengisolasi antosianin dalam contoh bunga dadap merah (Erythrina variegata) dan tapak dara (Catharanthus roseus) serta menentukan
perilaku warna antosianin pada berbagai pH dan suhu.
Alat
dan Bahan
Alat
yang digunakan di antaranya gelas piala, gelas ukur, hot plate, buret, dan termometer. Adapun bahan yang digunakan di
antaranya bunga dadap merah, bunga tapak dara, larutan HCl 0.1 N, KH2PO4
0.15 M, Na2HPO4 0.15 M, dan Na3PO4
0.15 M.
Prosedur Kerja
Mula-mula
15 g contoh bunga ditimbang. Kemudian bunga tersebut dipotong kecil-kecil dan
ditambahkan 100 mL akuades. Setelah itu dididihkan selama 15 menit, disaring
filtratnya, didinginkan, dan ditambah 50 mL akuades. Kemudian filtratnya
dipindahkan ke buret dan sebanyak 2 mL filtrat ini dimasukkan ke 18 tabung
reaksi yang tersedia. Setelah itu larutan buffer ditambahkan sesuai proporsi
berikut.
Warna yang terbentuk kemudian
diamati lalu masing-masing tabung reaksi dipanaskan hingga suhu 80 °C. Kemudian
warna setelah pemanasan dan setelah dingin diamati kembali.
Hasil
dan Pembahasan
Bunga yang digunakan untuk
mengisolasi antosianin adalah bunga tapak dara dan bunga dadap merah. Bunga
tapak dara yang digunakan berwarna magenta (merah muda), sedangkan bunga dadap
merah berwarna merah tua. Ketika bunga ini dilarutkan dengan air dan didihkan
diperoleh warna merah muda (magenta) untuk bunga tapak dara dan warna merah
untuk bunga dadap merah. Sebenarnya warna yang lebih tepat bagi larutan bunga
tapak dara adalah magenta (merah muda) bukan ungu karena ungu (violet) memiliki
panjang gelombang yang lebih kecil dari biru. Koreksi ini perlu dilakukan
karena fakta bahwa flavilium dari suatu antosianin berwarna merah pada kondisi
asam dan merah memiliki panjang gelombang yang paling besar dalam dalam radiasi
gelombang elektromagnetik (625-740 nm), sedangkan biru memiliki panjang
gelombang yang lebih pendek (435-500 nm). Pasangan warna berikut adalah warna
komplementer: merah-biru muda, hijau-magenta (merah muda), dan biru-kuning.
Warna komplementer adalah warna yang berkesan berlawanan satu sama lain.
Pencampuran warna komplementer ini akan menghasilkan warna putih (Clark 2007). Warna
yang dihasilkan dari pelarutan bunga ini menunjukkan keberadaan jenis
antosianidin dalam kedua bunga tersebut, tetapi jenis antosianidinnya belum
diketahui.Jika dilihat dari warnanya kemungkina
besar antosianidin yang terdapat dalam bunga tersebut adalah peonidin
yang intensitas warna merah dan birunya tidak terlalu mencolok. Bagaimanapun ini
hanya prediksi kasar dari antosianidin tersebut.
Perubahan pH dan suhu pada larutan
antosianin kedua jenis bunga memengaruhi warna larutan yang terbentuk.
Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh PH dan akan lebih stabil
dalam kondisi pH rendah (Belitz dan Grosch 1999). Misalnya saja warna yang dihasilkan pada
larutan antosianin bunga tapak dara adalah magenta (pH 2.1-9.8), hijau
(10.7-11.2), dan kuning (pH 14). Perubahan warna akibat perubahan pH (ke pH
yang lebih besar misalnya) menunjukkan adanya pergeseran warna ke panjang
gelombang yang lebih pendek (kuning adalah warna komplementer biru). Pergeseran
warna ini mengindikasikan adanya perubahan ikatan terkonjugasi dari suatu
flavilium yang bersifat aromatik menjadi basa kuinonoid yang tidak aromatik.
Perubahan kearomatikan ini mungkin merupakan salah satu penyebab terjadinya
perubahan warna meskipun ikatan rangkapnya masih terkonjugasi. Perubahan
kearomatikan ini juga menunjukkan perubahan kestabilan dari antosianin.
Antosianin menjadi kurang stabil akibat perubahan pH lebih basa Perubahan
kation flavilium menjadi basa kuinonoid adalah sebagai berikut. (Gambar
prosesnya)!
Perubahan
warna akibat perubahan pH ini juga teramati pada larutan antosianin bunga dadap
merah. Warna yang dihasilkan adalah warna merah (pH 2.1-9.8), hijau
(10.7-11.2), dan kuning (pH 14). Perlu diberikan suatu koreksi bahwa warna yang
terlihat pada rentang pH 6.5-9.8 bukanlah warna cokelat tetapi warna merah.
Persepsi warna menjadi cokelat mungkin disebabkan oleh terlalu tipisnya warna
merah yang terbentuk. Penjelasan yang sama dengan bunga tapak dara juga dapat menjelaskan
fenomena perubahan warna pada larutan antosianin bunga dadap merah ini.
Kestabilan antosianin juga
dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan (degradasi) antosianin cenderung
meningkat selama proses penyimpanan yang diiringi dengan kenaikan suhu.
Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna pada antosianin yang akhirnya
terjadi pencoklatan. Kenaikan suhu bersamaan dengan PH misalnya menyebabkan
degradasi antosianin pada buah cherri (Rein 2005). Teori ini sesuai dengan
fakta yang diperoleh pada eksperimen, tetapi juga ada penyimpangan pada hasil
pengamatan (tabel 1 lampiran). Faktor utama yang mungkin menyebabkan
penyimpangan ini adalah persepsi intensitas warna yang salah pada hasil
pengamatan larutan setelah pemanasan. Lebih pekatnya atau lebih tipisnya warna
larutan tentu berbeda-beda pada setiap orang.
Simpulan
Suhu dan pH merupakan faktor yang
dapat memengaruhi kestabilan antosianin. Pengaruh pH sangat besar sekali
terhadap kestabilan warna antosianin dibandingkan suhu. Meskipun demikian, jika
kedua faktor tersebut hadir bersama-sama maka akan semakin membuat antosianin
tidak stabil.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
NZ, Rahim RA, Mat I. 2010. Catharanthus
roseus aquaeous extract is cycotoxic to jurkat leukaemic T-cells but
induces the proliferation of normal peripheral blood mononuclear cells. Tropical Life Sciences Research 21(2):
101-113
Anderson
OM, Markham KR. 2006. Flavonoid
Chemistry, Biochemistry And Application. New York: Taylor& Francis
Group, LLC.
Belitz
HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry 2nd
Edition. Germany:Springer.
Clark
J. 2007. Spektra serapan UV-tampak [terhubung berkala]. www.chem-is-try.org [6 November
2012].
Jayanthi
M et al.. 2010. Study of anti
hyperglycemic effect of Catharanthus
roseus in aloxxan induced diabetic rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaeutical Sciences 2:
114-116
Rahman
MZ et al..2010. Bioactives
isoflavones from Erythrina variegata
L.. Turk J. Pharm. Sci. 7(1):21-28
Rein
M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry anthocyanin
[disertasi]. Helsinki: Universitas Helsinki.
Sancun
H, Jihuai W, Yunfang H, Jianning L. 2006. Natural dyes as photosensitizers for
dye-sensitized solar cell. Solar Energy
80(2): 209-214
doc.isiri.org.ir/documents/10129/20976/09-July.pdf
File Format: PDF/Adobe Acrobat
by H Østergård - Related articles
were in peer-reviewed journals in the English language; low- to medium-quality ...... 27 Aregheore EM and Perera D, Effects of Erythrina variegata, Gliricidia sepium and ...... enhancement of transcript abundance and anthocyanin pigmentation ...
by H Østergård - Related articles
were in peer-reviewed journals in the English language; low- to medium-quality ...... 27 Aregheore EM and Perera D, Effects of Erythrina variegata, Gliricidia sepium and ...... enhancement of transcript abundance and anthocyanin pigmentation ...
Erythrina
variegata anthocyanin journal filetype:pdf
No comments:
Post a Comment