Monday, September 2, 2013

Antosianin

ANTOSIANIN

Pendahuluan

            Antosianin merupakan salah satu bagian besar dari kelompok flavonoid yang memberi warna merah, ungu, hingga biru gelap pada sebagian besar bunga, buah, dan daun tumbuhan Angiospermae. Antosianin ini merupakan pigmen yang larut air, umumnya ditemukan terlarut dalam larutan vakuola di sel epidermis, dan terdiri atas suatu aglikon (antosianidin), gula, dan terkadang gugus asil. Antosianidin merupakan turunan dari 2-fenilbenzopirilium (kation flavium). Sekitar 90% dari keseluruhan antosianin umumnya berdasarkan pada 6 jenis antosianidin, yaitu pelargonidin (Pg), cyanidin (Cy), peonidin (Pn), delphinidin (Dp), petunidin (Pt), dan malvidin (Mv).  Ketika suatu antosianin dilarutkan dalam air, sederetan struktur sekunder terbentuk dari kation flavium berdasarkan perbedaan asam-basa, hidrasi, dan reaksi tautomerisasi (Andersen dan Markham 2006).
            Bagian tanaman yang sangat jelas menunjukkan keberadaan antosianin adalah bunga. Bunga diisolasi antosianinnya kali ini adalah bunga dadap merah (Erythrima variegata) dan bunga tapak dara (Catharanthus roseus). Tapak dara digunakan sebagai tanaman obat tradisional. Tanaman ini memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antimikorba, antijamur, antioksidan, antikanker, dan antivirus (Jayanthi et al 2010). Tanaman ini menjadi pusat perhatian karena lebih dari 120 terpenoid indola alkaloid yang dikandungnya. Senyawa aktif yang dikandungnya seperti vinblastina dan vinkristina (antikanker) serta ajmalisina (antihipertensi) (Ahmad et al 2010). Bunganya berwarna putih, biru, merah muda, atau ungu tergnatung dari kultivarnya. Adapun dadap merah merupakan pohon yang tergolong dalam Fabaceae. Bunganya berwarna merah. Bunga dari tanaman ini salah satunya dipergunakan sebagai photosensitizer sel surya karena pigmen warna yang dimilikinya (Sancun et al 2006). Daun tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati demam, inflamasi, dan nyeri sendi. Metabolit sekunder yang telah diidentifikasi dari tanaman ini di antaranya
orientanol B, erycristagallin, cristacarpin, sigmoidin K, 2-(y,y-dimethylallyl)- 6a-hydroxyphaseollidin, erystagallin A (9), eryvarins A and B (10), bidwillon B (11), eryvarinols A and B (12), eryvarins F and G (13), alpinum isoflavone, isococculinine, decarbomethoxyerymelanthine, erysodienone, erythritol, erysodine (14), erysovine, stachydrine, dan sterols (Rahman et al 2010).

Tujuan Praktikum
Praktikum bertujuan mengisolasi antosianin dalam contoh bunga dadap merah (Erythrina variegata) dan tapak dara (Catharanthus roseus) serta menentukan perilaku warna antosianin pada berbagai pH dan suhu.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan di antaranya gelas piala, gelas ukur, hot plate, buret, dan termometer. Adapun bahan yang digunakan di antaranya bunga dadap merah, bunga tapak dara, larutan HCl 0.1 N, KH2PO4 0.15 M, Na2HPO4 0.15 M, dan Na3PO4 0.15 M.
                                                                                                              
Prosedur Kerja
            Mula-mula 15 g contoh bunga ditimbang. Kemudian bunga tersebut dipotong kecil-kecil dan ditambahkan 100 mL akuades. Setelah itu dididihkan selama 15 menit, disaring filtratnya, didinginkan, dan ditambah 50 mL akuades. Kemudian filtratnya dipindahkan ke buret dan sebanyak 2 mL filtrat ini dimasukkan ke 18 tabung reaksi yang tersedia. Setelah itu larutan buffer ditambahkan sesuai proporsi berikut.
Warna yang terbentuk kemudian diamati lalu masing-masing tabung reaksi dipanaskan hingga suhu 80 °C. Kemudian warna setelah pemanasan dan setelah dingin diamati kembali.


Hasil dan Pembahasan

            Bunga yang digunakan untuk mengisolasi antosianin adalah bunga tapak dara dan bunga dadap merah. Bunga tapak dara yang digunakan berwarna magenta (merah muda), sedangkan bunga dadap merah berwarna merah tua. Ketika bunga ini dilarutkan dengan air dan didihkan diperoleh warna merah muda (magenta) untuk bunga tapak dara dan warna merah untuk bunga dadap merah. Sebenarnya warna yang lebih tepat bagi larutan bunga tapak dara adalah magenta (merah muda) bukan ungu karena ungu (violet) memiliki panjang gelombang yang lebih kecil dari biru. Koreksi ini perlu dilakukan karena fakta bahwa flavilium dari suatu antosianin berwarna merah pada kondisi asam dan merah memiliki panjang gelombang yang paling besar dalam dalam radiasi gelombang elektromagnetik (625-740 nm), sedangkan biru memiliki panjang gelombang yang lebih pendek (435-500 nm). Pasangan warna berikut adalah warna komplementer: merah-biru muda, hijau-magenta (merah muda), dan biru-kuning. Warna komplementer adalah warna yang berkesan berlawanan satu sama lain. Pencampuran warna komplementer ini akan menghasilkan warna putih (Clark 2007). Warna yang dihasilkan dari pelarutan bunga ini menunjukkan keberadaan jenis antosianidin dalam kedua bunga tersebut, tetapi jenis antosianidinnya belum diketahui.Jika dilihat dari warnanya kemungkina  besar antosianidin yang terdapat dalam bunga tersebut adalah peonidin yang intensitas warna merah dan birunya tidak terlalu mencolok. Bagaimanapun ini hanya prediksi kasar dari antosianidin tersebut.
            Perubahan pH dan suhu pada larutan antosianin kedua jenis bunga memengaruhi warna larutan yang terbentuk. Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh PH dan akan lebih stabil dalam kondisi pH rendah (Belitz dan Grosch 1999).  Misalnya saja warna yang dihasilkan pada larutan antosianin bunga tapak dara adalah magenta (pH 2.1-9.8), hijau (10.7-11.2), dan kuning (pH 14). Perubahan warna akibat perubahan pH (ke pH yang lebih besar misalnya) menunjukkan adanya pergeseran warna ke panjang gelombang yang lebih pendek (kuning adalah warna komplementer biru). Pergeseran warna ini mengindikasikan adanya perubahan ikatan terkonjugasi dari suatu flavilium yang bersifat aromatik menjadi basa kuinonoid yang tidak aromatik. Perubahan kearomatikan ini mungkin merupakan salah satu penyebab terjadinya perubahan warna meskipun ikatan rangkapnya masih terkonjugasi. Perubahan kearomatikan ini juga menunjukkan perubahan kestabilan dari antosianin. Antosianin menjadi kurang stabil akibat perubahan pH lebih basa Perubahan kation flavilium menjadi basa kuinonoid adalah sebagai berikut. (Gambar prosesnya)!


Perubahan warna akibat perubahan pH ini juga teramati pada larutan antosianin bunga dadap merah. Warna yang dihasilkan adalah warna merah (pH 2.1-9.8), hijau (10.7-11.2), dan kuning (pH 14). Perlu diberikan suatu koreksi bahwa warna yang terlihat pada rentang pH 6.5-9.8 bukanlah warna cokelat tetapi warna merah. Persepsi warna menjadi cokelat mungkin disebabkan oleh terlalu tipisnya warna merah yang terbentuk. Penjelasan yang sama dengan  bunga tapak dara juga dapat menjelaskan fenomena perubahan warna pada larutan antosianin bunga dadap merah ini.

            Kestabilan antosianin juga dipengaruhi oleh suhu. Laju kerusakan (degradasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang diiringi dengan kenaikan suhu. Degradasi termal menyebabkan hilangnya warna pada antosianin yang akhirnya terjadi pencoklatan. Kenaikan suhu bersamaan dengan PH misalnya menyebabkan degradasi antosianin pada buah cherri (Rein 2005). Teori ini sesuai dengan fakta yang diperoleh pada eksperimen, tetapi juga ada penyimpangan pada hasil pengamatan (tabel 1 lampiran). Faktor utama yang mungkin menyebabkan penyimpangan ini adalah persepsi intensitas warna yang salah pada hasil pengamatan larutan setelah pemanasan. Lebih pekatnya atau lebih tipisnya warna larutan tentu berbeda-beda pada setiap orang.

Simpulan
            Suhu dan pH merupakan faktor yang dapat memengaruhi kestabilan antosianin. Pengaruh pH sangat besar sekali terhadap kestabilan warna antosianin dibandingkan suhu. Meskipun demikian, jika kedua faktor tersebut hadir bersama-sama maka akan semakin membuat antosianin tidak stabil.
           
           


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad NZ, Rahim RA, Mat I. 2010. Catharanthus roseus aquaeous extract is cycotoxic to jurkat leukaemic T-cells but induces the proliferation of normal peripheral blood mononuclear cells. Tropical Life Sciences Research 21(2): 101-113
Anderson OM, Markham KR. 2006. Flavonoid Chemistry, Biochemistry And Application. New York: Taylor& Francis Group, LLC.
Belitz HD, Grosch W. 1999. Food Chemistry 2nd Edition. Germany:Springer.
Clark J. 2007. Spektra serapan UV-tampak [terhubung berkala]. www.chem-is-try.org [6 November 2012].
Jayanthi M et al.. 2010. Study of anti hyperglycemic effect of Catharanthus roseus in aloxxan induced diabetic rats. International Journal of Pharmacy and Pharmaeutical Sciences 2: 114-116
Rahman MZ et al..2010. Bioactives isoflavones from Erythrina variegata L.. Turk J. Pharm. Sci. 7(1):21-28
Rein M. 2005. Copigmentation reactions and color stability of berry anthocyanin [disertasi]. Helsinki: Universitas Helsinki.
Sancun H, Jihuai W, Yunfang H, Jianning L. 2006. Natural dyes as photosensitizers for dye-sensitized solar cell. Solar Energy 80(2): 209-214

doc.isiri.org.ir/documents/10129/20976/09-July.pdf
File Format: PDF/Adobe Acrobat
by H Østergård -
Related articles
were in peer-reviewed journals in the English language; low- to medium-quality ...... 27 Aregheore EM and Perera D, Effects of Erythrina variegata, Gliricidia sepium and ...... enhancement of transcript abundance and anthocyanin pigmentation ...

Erythrina variegata anthocyanin journal filetype:pdf

No comments:

Post a Comment