Praktikum Kimia Organik Bahan Alam
Isolasi Flavonoid
Daun Dandang Gendis
Pendahuluan
Dandang
gendis (Clinacanthus nutans)
merupakan tanaman obat yang terkenal di Thailand (dikenal sebagai phaya yaw di
Thailand) dan digunakan untuk mengobati berbagai gejala penyakit seperti
infeksi herpes. Ekstrak etanolnya dapat melawan hemolisis terinduksi radikal
bebas (sebagai antioksidan)(Pannangpetch et
al. 2007). Ekstrak etanol daunnya dengan dosis tertinggi (1.3 g/kg) yang
diberikan secara oral terhadap tikus tidak menunjukkan tanda-tanda toksisitas
akut (Chavalittumrong et al
1995). Selain itu, ekstrak daunnya
dilaporkan memiliki aktivitas analgesik dan anti inflamasi, aktivitas antivirus
terhadap virus varicella-zoster, dan herpes simplex virus type-2 (Sakdarat et al. 2006). Investigasi fitokimia dan
kimia yang dilakukan terhadap dandang gendis mengindikasikan terdapat
stigmasterol, lupeol, β-sitosterol, dan belutin. Enam senyawa C-glikosil flavon,
viteksin, isoviteksin, shaftosida, isomolupentin-7-Oβ-glukopiranosida, orientin,
isoorientin, lima senyawa glikosida mengandung sulfur, dua glikogliserolipid,
suatu campuran dari 9 serebrosida, dan suatu monoasilmonogalatosilgliserol
telah diisolasi dari dandang gendis (Sakdarat et al. 2006).
Salah
satu senyawa metabolit sekunder yang menjadi pusat perhatian adalah flavonoid.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukan pita
serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Data spektrum
UV-tampak dapat digunakan untuk membentu mengidentifikasi jenis flavonoid dan
menentukan pola oksigenasi. Selain itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas
dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan
dan mengamati pergeseran puncak serapan yang terjadi. Artinya, secara tidka
langsung berguna untuk menentukan kedudukan gula atau metil yang terikat pada
salah satu gugus hidroksil (Markham 1988). Senyawa flavonoid biasanya memiliki
spektrum yang khas, yang terdiri atasdua serapan maksimum pada dua panjang
gelombang, yaitu pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I).
Kedua pita serapan ini masing-masing berhubungan dengan resonansi gugus
sinamoil yang melibatkan cincin B dan gugus benzoil yang melibatkan cincin A
dari molekul flavonoid (Achmad 1986).
Tujuan Praktikum
Praktikum bertujuan mengidentifikasi jenis
flavonoid dalam dandang gendis dengan pereaksi geser pada spektrum UV-tampak.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan diantaranya gelas piala, pipet
tetes, spektrofotometer UV-vis, dan seperangkat komputer pengolah data.
Prosedur kerja
Mula-mula
metanol yang dijadikan blanko dipayar dengan UV-tampak sebagai baseline. Kemudian sebanyak 12 tetes
sampel yang telah diencerkan sebelumnya dalam metanol dibuat spektrum
UV-tampaknya (spektrum 1). Setelah spektrum 1 terbentuk, sebanyak 3 tetes
larutan NaOCH3 ditambahkan ke dalam kuvet sampel, dihomogenkan, dan
dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 2). Kemudian, kuvet diisi dengan sampel
segar dan ditambahkan seujung sudip kristal CH3COO-Na+,
dihomogenkan, dan dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 3). Setelah spektrum
3 terbentuk, seujung sudip asam borat padat ditambahkan ke dalam kuvet sampel,
dihomogenkan, dan dipayar kembali dengan UV-tampak (spektrum 4). Kemudian kuvet
diisi kembali dengan sampel segar, ditambahkan 3 tetes AlCl3 5%
dalam metanol, dihomogenkan, dan dipayar dengan UV-tampak lagi (spektrum 5).
Setelah spektrum 5 terbentuk, 3 tetes HCl 20% ditambah ke dalam kuvet dan
dipayar lagi dengan UV-tampaknya (spektrum 6). Kemudian puncak-puncak serapan
keenam spektrum tersebut diamati dan dibandingkan untuk mengidentifikasi
flavonoid dalam dandang gendis yang diuji.
Hasil dan Pembahasan
Identifikasi
flavonoid yang terdapat dalam ekstrak daun dandang gendis dilakukan dengan
melibatkan pereaksi geser. Pereaksi geser yang digunakan dalam identifikasi ini
di antaranya NaOCH3, CH3COO-Na+-H3BO3,
dan AlCl3 5% dalam metanol-HCl 20%. Hasil payaran sampel dengan dan
tanpa penambahan pereaksi geser ditunjukan pada gambar berikut.
(a)
|
(b)
|
(c)
|
(d)
|
(e)
|
(f)
|
(g)
|
Gambar 1 Hasil payar UV (a) sampel
(b) sampel + NaOCH3 (c) sampel + CH3COO-Na+
(d) sampel + CH3COO-Na+ +H3BO3
(e) Sampel +AlCl3 (f) sampel+AlCl3 5%+HCl 20% (g)
kumpulan payaran a-f
|
Hasil payaran terhadap sampel dan sampel yang
ditambah dengan NaOCH3 sebagai pereaksi geser tidak menunjukkan
pergeseran
pita II sebesar 1.8 nm (dari 283.8 sampai285.6
nm) dan tidak menunjukan pita I. Adapun penambahan pereaksi CH3COO-Na+
menunjukan pergeseran
pita
II sebesar 1 nm (dari 283.8 sampai 284.8 nm) dan tidak menunjukkan pita I.
Penambahan H3BO3 setelah itu tidak menunjukkan pergeseran
pita II,tetapi hanya menunjukkan sedikit
penambahan serapan. Penambahan pereaksi geser berikutnya yaitu AlCl3
5% menunjukkan pergeseran
pita II sebesar 81.4 nm ke arah
yang lebih pendek (hipsokromik) (dari 283.8
sampai 202.4 nm). Penambahan HCl 20% setelah itu sama sekali tidak menggeser
pita II dari spektrum sampel+AlCl3
ataupun meningkatkan serapannya.
Penambahan
pereaksi geser NaOCH3 ataupun CH3COO-Na+-H3BO3
sama sekali tidak menunjukan perubahan yang signifikan. Artinya tidak ada
penambahan ikatan terkonjugasi dalam struktur senyawa tersebut. Seharusnya
penambahan gugus fungsi yang dapat menyumbangkan elektron seperti gugus
hidroksil atau metoksil pada cincin B (gambar 1) akan meningkatkan peranan
sinamoil terhadap resonansi molekul yang menyebaban efek batokromik pada pita
I. Penambahan gugus hidroksil atau metoksil pada cincin A akan menaikkan
panjang gelombang dari serapan maksimum serta intensitas dari serapan pita II
(Achmad 1986). Namun, pita I bahkan tidak muncul ketika pereaksi geser
ditambahkan ke dalam sampel. Hal ini mungkin terutama disebabkan oleh terlalu
encernya sampel yang digunakan sehingga tidak memberikan pita serapan yang kuat
pada daerah tertentu di spektrum yang dihasilkan. Kemungkinan lain adalah
pengaruh pereaksi yang digunakan karena sudah terlalu lama disimpan atau sudah
terkontaminasi.
Penambahan
pereaksi geser AlCl3 5% cukup memperlihatkan perbedaan terhadap pita
serapan II sampel yaitu pergeseran ke panjang gelombang yang lebih pendek (efek
hipsokromik). Seharusnya penambahan AlCl3 5% ini akan membentuk
kompleks dengan gugus hidroksil dan gugus karbonil sehingga terjadi geseran
batokromik dan mengalami geseran hipsokromik setelah ditambah HCl karena
penguraian kembali kompleks tersebut (Markham 1988). Hal ini mungkin disebabkan
oleh kontaminasi terhadap pereaksi AlCl3 sehingga kondisinya menjadi
asam dan telah menunjukan efek hipsokromik sebelum ditambah HCl. Hasil payaran
dengan pereaksi geser ini tidak cukup untuk mengidentifikasi jenis flavonoid
yang terdapat dalam sampel karena tidak munculnya pita serapan I.
Daftar Pustaka
Achmad SA.1986. Kimia
Organik Bahan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Terbuka.
Chavalittumrong P, Attawish A, Rungsamon
P, Chungtapet P. 1995. Toxicological study of Clinacanthus nutans (Burm.f) Lindau. Bulletin of The Department of Medical Services 37:323-338.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K, penerjemah;
Bandung:ITB. Terjemahan dari:
Pannangpetch P et al.. 2007. Antioxidant activity and protective effect against
oxidative hemolysis of Clinacanthus
nutans (Burm.f) Lindau. Songklanakarin
J. Sci. Technol. 29: 1-9
Sakdarat S et al.. 2006. Chemical composition investigation of the Clinacanthus nutans Lindau leaves. The journal of Phytopharmacy 13(2):
13-24